Hotel Bebas Asap? Atau Cari Tambahan Rp.1 juta?

Teman saya itu kaget bukan kepalang, kenapa?.....karena dia di ‘vonis’ bersalah melakukan pelanggaran merokok di dalam kamar. Dia, tentu saja protes, karena merasa tidak melakukan itu. Cukup lama bersitegang, pada akhirnya petugas hotel mengalah, dan menyatakan minta maaf, dengan alasan, ternyata kamar yang dimaksud salah. Aneh?
Beberapa waktu lalu saya dan beberapa teman berkesempatan mengikuti sebuah sesi pelatihan yang difasilitasi oleh Bank Mandiri (terima kasih Bank Mandiri). Pelatihan tersebut dilaksanakan di Kota Surabaya, dan dilaksanakan selama tiga hari. Peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, diinapkan di dua hotel berbeda, karena saking banyaknya pesertanya. Saya kebetulan kebagian hotel bintang yang berada di sebuah plasa. Sebenarnya dibanding dengan hotel lainnya, hotel ini tidak terlalu istimewa, artinya biasa saja seperti hotel berbintang lima lainnya. Namun, ada satu yang sangat berbeda, yaitu hotel ini benar-benar bebas asap rokok, dalam arti menerapkan sangsi berat bagi tamunya yang kedapatan merokok. Memang hampir semua hotel berbintang, umumnya sudah banyak yang menerapkan aturan bebas asap rokok, bagi tamu yang merokok diberi tempat khusus merokok, dan sebagian besar tempat diberi label peringatan dilarang merokok, sehingga tamupun tidak merokok di tempat yang memang terlarang. Tetapi di hotel tempat saya menginap ini, setiap tamu diminta menandatangani pernyataan tidak merokok di dalam wilayah hotel, dan bila melanggar akan dikenai sangsi denda sebesar Rp. 1 juta.
Di situlah masalahnya. Selama menginap di hotel ini, saya yang perokok, terpaksa harus ke luar hotel (walau ada tempat mirip akuarium seluas sekitar 3x3 m untuk merokok), tentu tidak nyaman. Tetapi syukur juga akibat ketidaknyamanan itu saya berkurang merokoknya. Singkat cerita selama tiga hari kami yang perokok mengalami kehidupan yang berbeda dari biasanya. Beberapa teman yang perokok, misalnya duduk-duduk di pinggir jalan tidak jauh dari hotel hanya untuk menikmati isapan rokoknya masing-masing. Pemandangan yang menggelikan sebenarnya.
Peristiwa yang lebih hebat lagi, ini dialami oleh teman yang berbeda kamar.
Begini ceritanya. Pada saat check-out, petugas hotel di samping mengecek mini bar,  ternyata juga mendapat tugas khusus, mencari bukti-bukti kalau tamunya merokok di kamar. Nah, setelah kamar saya diperiksa,  petugas menyatakan ada pemakaian mini bar, sedangkan hal-hal lainnya dianggap clear. Setelah saya menyelesaikan adminnya, tibalah giliran teman saya yang menginap di kamar lain. Teman saya itu kaget bukan kepalang, kenapa?.....karena dia di ‘vonis’ bersalah melakukan pelanggaran merokok di dalam kamar. Dia, tentu saja protes, karena merasa tidak melakukan itu. Cukup lama bersitegang, pada akhirnya petugas hotel mengalah, dan menyatakan minta maaf, dengan alasan, ternyata kamar yang dimaksud salah. Aneh?
Tentu saja aneh, pengecekan satu-satu oleh pegawai yang saya duga  terlatih dan profesional kemudian dinyatakan salah informasi. Atau memang tidak profesional?
Saya menduga, pihak hotel mengalah karena ternyata si tamu tidak menerima begitu saja menerima vonis bersalah tadi. Gaya pembuktian yang digunakan pihak hotel jelas sangat lemah, dan subjektif dan terlihat mencari-cari.  Pihak hotel memvonis teman saya bersalah hanya dengan dasar satu bukti: ditemukannya satu puntung rokok di kamarnya. Hanya dengan pernyataan dari petugas melalui HT, lalu orang mau didenda Rp. 1 juta? Oh, no way.
Saya bertanya: siapa yang menjamin bahwa puntung rokok itu tidak ditempatkan dengan sengaja oleh seseorang atau bahkan mungkin petugas hotel sendiri? Dengan maksud menjebak, untuk memperoleh denda, tentu bisa saja itu terjadi, bahkan lebih mungkin terjadi mengingat jumlah denda yang cukup besar. Tamu hotel jelas sangat dirugikan dengan cara penghakiman seperti tadi. Ketika kejadian ini saya ceritakan dengan sopir taksi yang mengantar saya ke Bandara, si sopir tertawa keras. Katanya, hal ini sudah sering terjadi, terutama dengan tamu-tamu bule. Orang-orang asing itu patuh saja, di samping banyak duit, mereka tidak ingin berpanjang-panjang masalahnya, jadi ya ngalah saja. Dan, kata sopir lagi, tamu seperti itu, mengomelnya belakangan dan umumnya tidak kembali lagi, artinya tidak akan menjadi langganan, terutama yang perokok. Hotel ini menjadi sepi tamu, sejak peraturan itu berlaku, demikian menurut keterangan sopir taksi.
Menurut saya, bukan saja saya tidak ingin kembali ke hotel tadi, saya juga akan menganjurkan kolega atau keluarga agar tidak memilih hotel ini, meskipun bukan perokok.  Karena bisa-bisa Anda terkena denda, oleh vonis ‘hakim’ hotel. Karena, meskipun pada akhirnya mungkin Anda akan menang karena pembuktian yang lemah, tetapi Anda sudah menguras energi akibat berbantahan, bahkan mungkin saja sempat emosi? Ah, cari hotel lain aja, masih banyak kok pilihan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegagalan VS Kesuksesan

HOME STUDIO UNTUK DOSEN DAN GURU

Berbisnis MLM Yang Halalan Tayyiban