Energi Hati
Apakah yang istimewa dari sentuhan seorang ibu terhadap anaknya? Seorang bayi pasti sangat tidak paham dan tidak peduli apakah ibunya cantik seperti bidadari ataukah sebaliknya, karena kecantikan lahiriah hanyalah bias pencitraan terhadap persepsi visual yang terbangun. Tetapi sang bayi, tentu sangat bisa membedakan manakah ibunya atau bukan ibunya, dari sentuhan tulus seorang wanita yang disebutnya ibu. Sekalipun wanita itu tidak benar-benar melahirkannya.
Sentuhan yang berasal dari tangan yang berhati tulus, penuh cinta kasih, sungguh benar-benar mengandung energi luar biasa. Konon sentuhan seorang ibu yang penuh cinta di kepala seorang bayi mampu merangsang kecerdasan sang bayi. Ketika dewasapun, pelukan kasih seorang ibu mampu menurunkan demam dan berbagai macam penyakit lainnya. Seorang teman saya yang pengusaha mengaku, setiap kali ia memeluk dan mencium lutut ibunya, setelahnya seakan dia mendapatkan energi baru, dan keputusan-keputusan cemerlang segera dapat dilakukannya. Dan yang pasti, cinta kasih sang ibu selalu meginspirasinya dalam menghadapi berbagai masalah terhadap bawahannya. Masalah mengelola kinerja human capital di dalam perusahaannya menjadi sangat efektif, karena dia menempatkan dirinya sebagai seorang ‘ibu’ yang berhati tulus bagi anak-anaknya, yang tidak lain adalah para karyawan.
Teman saya ini memiliki resep jitu dalam mengelola bawahan, apakah itu? KOMUNIKASI. Ya, komunikasilah kunci semuanya, demikian dia berfilosofi. Dan, ternyata kunci dari komunikasi adalah mendengarkan. Resep ini terinspirasi dari cara ibunya mendidik dirinya dan saudara-saudaranya. Ibu adalah sosok yang paling sabar dalam mendengarkan keluhan dirinya dan saudara-saudaranya.
Teman saya ini benar. Bagaimana mungkin kita bisa mengambil kesimpulan secara tepat terhadap substansi masalah yang dikemukakan seseorang, jika kita tidak memiliki kemampuan mendengar dengan baik? Lalu bagaimana mungkin kita bisa membuat solusi brilian, jika kita tidak mampu menangkap substansi masalahnya?
Jadi, sesungguhnya yang dimaksud dengan berkomunikasi efektif adalah mendengarkan. Bagaimana mungkin kita dapat mendengar informasi lebih jernih dan objektif, jika kita bersuara keras (vokal) atas orang lain? Kenapa kita tidak bisa lebih sabar sejenak mendengarkan dengan tuntas, tulus, dan penuh perhatian, sehingga kita dapat menyerap dengan baik semua informasi yang kita butuhkan untuk memberi respon yang tepat?
Lalu, bagaimanakah caranya agar kita menjadi lebih mampu dan sabar mendengarkan? Tidak lain, adalah hati yang tulus, didasari rasa cinta kasih, hati yang cenderung pada kebaikan dan kejujuran! Bukankah suasana hati yang buruk dapat menyebabkan kesulitan dalam menyampaikan sesuatu? Jika suasana hati kita sedang kacau, maka yang kita sampaikan juga cenderung kacau-balau. Sebaliknya, begitu pula suasana hati lawan bicara kita, akan kacau, jika kita tidak memberinya kesempatan yang baik dan kondusif untuk berbicara. Memberinya kesejukan, akan kita dapatkan kesejukan.
Jadi, hati yang tulus menjadikan kita sebagai pendengar yang baik, pendengaran yang baik, membuat kita mampu berkomunikasi dengan baik, berkomunikasi yang baik menjadikan kita pribadi yang efektif. Komunikasi yang efektif dapat memecahkan banyak persoalan hidup, termasuk di dalamnya persoalan bisnis. Maka, mendengarlah dengan hati. Bukan dengan telinga! Lalu, berbicaralah dengan hati, maka pendengarpun akan mendengarkan dengan hati.
mungkin pertanyaan saya gak nyambung ma topik yg diatas pak, cuma pengen tau aja neh, stiap motivator sllu m'berikan motivasi kpd org2 yg memintanya, mungkinkah stiap motivasi yg dikemukakan sang motivator bisa dterpkan dlm k'hdpn sehari2nya ?
BalasHapusklo ya mengapa ?
klo tidak why ?
Seharusnya, bisa. Tetapi semua kembali kepada ybs...karena motivasi dari orang lain (motivator) hanya stimulus, selebihnya keyakinan dan kesungguhan yang diberi motivasi untuk menjalani. Oleh karena itu paling baik motivasi itu yang berasal dari diri sendiri.
BalasHapus