Bonus Demografi dan Pesta Demokrasi 2019

Duh...bertahun-tahun blog ini saya tinggalkan.....
tercatat posting terakhir saya  di blog ini Tahun 2012 . Sekarang  tahun 2018!  Jadi ada gap Tujuh tahun saya meninggalkan blog ini. Penyebabnya di antaranya karena kebanyakan blog😜. Pada tahun-tahun sebelum ini, saya fokus menulis di blog saya: caraku-caramu-carakita.com. Sekarang blog tersebut sudah almarhum pas akhir tahun 2017 lalu. Saya mencoba istirahat .......eh,..ternyata kangen juga nulis lagi. Tapi di blog ini saja dulu.   Baiklah, hari ini saya mencoba menulis lagi. Yang ringan saja:

(Hasil diskusi kecil tadi siang dengan sahabat saya, Abdul Munir,  yang pakar demografi).

Menurut statistik  ramalan demografi, Indonesia akan mendapat anugerah bonus demografi selama rentang waktu 2020-2035. Puncaknya akan terjadi pada 2030. Bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Jumlah usia produktif (15-64 tahun) akan mencapai 70 persen, sedangkan 30 persennya adalah penduduk dengan usia non-produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 65 tahun). Bila dilihat dari jumlahnya, penduduk usia produktif mencapai sekitar 180 juta, sementara penduduk non-produktif hanya 60 juta. Jadi perkiraan saat ini, tahun 2018 penduduk usia produktif ini, yang tidak lain kita sebut generasi milenial, jumlahnya tidak kurang 100-an juta lebih.Keadaan ini dapat menguntungkan Indonesia dari sisi daya saing bangsa. 


Secara hitungan sederhana saja, di Jepang, China, dan beberapa negara maju lainnya umumnya keadaannya terbalik. Negara-nagara ini lebih banyak memelihara penduduk non produktif, ini berarti cost besar membebani anggaran negara. Karena meskipun tak produktif, mereka harus tetap sehat, dan bahagia.  Untuk sehat dan bahagia, perlu anggaran besar. Sedangkan di Indonesia, yang mayoritas usia produktif diharapkan lebih efisien dan efektif mendorong peningkatan PDB. Inilah yang kemudian disebut bonus demografi, jumlah penduduk yang menghasilkan nilai tambah bagi kesejahteraan bangsa. 

Untuk memeroleh benefit dari bonus demografi ini, syarat utamanya adalah tersedianya lapangan kerja yang cukup, bekal kompetensi/pendidikan SDM produktif (human capital) dan berkualitas, serta iklim investasi yang kondusif. Ketiga elemen ini harus bersinergi dlm menciptakan nilai tambah dan daya saing bangsa. Tetapi bila ketiga hal tersebut tidak terjadi, maka bukan benefit yg kita dapatkan. Malah meningkatkan konflik sosial, kriminalitas, dan dekadensi moral. Jadi bencana demografi.

Nah, jumlah penduduk Indonesia yang mayoritas anak muda milenial tersebut, merupakan potensi pasar yang besar bagi produk-produk dengan targeting usia mereka.


Begitupun pesta demokrasi kita, akan diwarnai antrian pemilih anak-anak milenial plus usia yang baru pertama kali ikut ‘nyoblos’. Jadi, yang memenangkan kontestasi politik (pilpres) 2019 nanti, sudah bisa diprediksi, adalah mereka yang mampu menjangkar bawah sadar generasi ini. Siapa yang intens melakukan rapport building terhadap generasi ini, dialah yang kemungkinan besar meraih dukungan terbesar. Tak heran ada kontestan yang memilih ‘anak muda’ sebagai soulmate nya, sedangkan di seberangnya, mereka akan intens terus tampil dengan citra milenial….brruummmm……

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kegagalan VS Kesuksesan

Siapa Mau Duduk di Pintu Darurat ?

Tips Menjadi Manusia Efektif